Antara Pakaian Adat dan Seragam Sekolah dalam Bingkai Prinsip Pendidikan

Riyo Arie Pratama
0
Di sebuah negeri tropis nan kaya akan keberagaman, di antara kegemilangan alamnya, terdapat sebuah panggung kecil di mana masa depan berkembang: sekolah-sekolah. Di sana, generasi penerus bangsa dilatih, diperkaya dengan ilmu pengetahuan, dan diberi bekal untuk mengarungi samudra kehidupan. Namun, di balik meja-meja dan kursi-kursi, ada satu elemen yang tak kalah pentingnya: identitas budaya.



Sekolah bukan hanya tempat untuk mencetak kecerdasan, tetapi juga menjaga dan merawat akar budaya. Di Indonesia, perdebatan seputar pakaian adat sebagai seragam sekolah telah memanaskan suasana. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Putristek, Iwan Syahril, menyoroti hal ini dengan cermat.

Berbicara tentang pakaian adat dalam konteks sekolah, pertanyaan mendasar timbul: apakah ini sebuah keharusan? Menurut Permendikbud Ristek 50 Tahun 2022, jawabannya tidak. Meskipun pakaian adat diakui sebagai bagian dari identitas budaya yang penting, penggunaannya adalah pilihan, bukan kewajiban. Hal ini disesuaikan dengan prinsip bahwa kebijakan pendidikan seharusnya tidak memberatkan orang tua, terutama dari segi ekonomi.

Dalam menjaga keberagaman, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menentukan apakah pakaian adat akan dijadikan seragam sekolah. Namun, keputusan ini haruslah memperhatikan kondisi sosial ekonomi orang tua atau wali siswa. Komite sekolah juga memiliki peran penting dalam proses pengambilan keputusan ini, sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat memperhatikan berbagai sudut pandang.

Meskipun aturan telah ada sejak 2022, implementasinya masih tergantung pada kebijakan masing-masing daerah. Beberapa daerah telah mengadopsi penggunaan pakaian adat sebagai seragam sekolah sesuai dengan konteks lokal mereka. Namun, yang perlu diingat, tidak ada kewajiban untuk membeli pakaian baru. Diskusi terbuka melalui komite sekolah harus dilakukan jika ada orang tua yang merasa terbebani oleh kebijakan ini.

Pentingnya menjaga identitas budaya tidak hanya tercermin dalam penggunaan pakaian adat, tetapi juga dalam pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Salah satu contohnya adalah Gerakan Pramuka, sebuah kegiatan yang telah menjadi ikon dalam dunia pendidikan Indonesia.

Beberapa waktu lalu, kontroversi muncul ketika muncul desas-desus tentang penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler. Namun, Direktur Jenderal Iwan Syahril menegaskan bahwa Pramuka tetap menjadi kegiatan ekstrakurikuler yang penting dan wajib diadakan di setiap sekolah. Prinsipnya adalah mendorong peserta didik untuk aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan Pramuka menjadi salah satu pilihan yang disediakan bagi mereka.

Meskipun tidak ada perubahan aturan baru, seringkali muncul miskonsepsi dan polemik di masyarakat terkait dengan kebijakan pendidikan. Kemendikbud Putristek berkomitmen untuk meluruskan dan memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat. Hal ini penting untuk menjaga harmoni dalam sistem pendidikan dan memastikan bahwa keberagaman budaya tetap terjaga dalam lingkungan sekolah.

Dalam melangkah menuju masa depan yang cerah, pendidikan tidak hanya tentang akademis, tetapi juga tentang memelihara dan menghormati identitas budaya. Sekolah adalah tempat yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai tersebut kepada generasi muda. Dengan menjaga keberagaman dan merawat identitas budaya, kita memberi mereka landasan yang kokoh untuk membangun masa depan yang inklusif dan berkelanjutan.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

Tag Terpopuler