![]() |
Credit Picture for https://iluszi.blogspot.com/ |
Dunia
ini memiliki teramat banyak aspek dalam kehidupan untuk dikaji, mulai dari agama,
politik, sosial, budaya, pendidikan, dan seterusnnya. Kali ini sesuai dengan judulnya,
kita akan sedikit bahas patahan dari aspek sosial pendidikan yang kemudian kita
patahkan lagi menjadi patahan yang lebih kecil yakni “Guru”.
Guru
adalah sebuah terminologi dalam sosial pendidikan yang sering kita dengar di
kehidupan sehari-hari. Banyak aspek untuk mendefinisikan sebuah kata ini.
Dikutip dari situs Wikipedia guru didefinisikan dari dua aspek, yakni
secara general dan secara formal.
Secara
general, guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi
formal. Dalam definisi yang lebih
luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Sementara dari secara formal guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Sementara dari secara formal guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri ataupun swasta yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
Berdasarkan
alur keprofesiannya, di Indonesia guru dibedakan menjadi 2 golongan. Golongan
pertama adalah Guru yang berstatus pegawai negeri, beliau-beliau ini adalah
guru yang difasilitasi oleh pemerintah pemenuhan haknya maka beliau-beliau juga
mempertanggungjawabkan profesinya kepada pemerintah. Golongan kedua adalah
bliau-beliau yang berkarir di lingkungan instansi swasta, atau lebih akarab
ditelinga kita sebagai guru honorer. Yah itu sedikit terkait pengantar tentang
guru. _hehe_
Guru
adalah sebuah kata yang mewakili sekelompok orang yang meilih berprofesi untuk
berpartisipasi dalam menjalankan cita-cita yang tertulis dalam UUD, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang dimaksud adalah generasi selanjutnya
yang akan mewarisi negeri ini, negeri ibu pertiwi, Indonesia tercinta.
Selanjutnya, saya ingin mengajak kita
semua sedikit melihat, sekedar mengingat, atau membandingkan perkembangan guru dari masa
ke masa, dari waktu ke waktu.
Sempat Merepresentasikan Derajat Priyayi
Pada
zaman kolonial guru adalah lulusan Kweekschool atau
sekolah guru. Biasanya untuk bisa masuk, seorang pemuda harus lulus sekolah
dasar kolonial tujuh tahun dan sekolah yang mahal biayanya itu hanya bisa
diakses anak-anak priyayi (Bagi yang belum tau priyayi, itu sebutan bangsawan
zaman dahulu kala. _hehe_). Jikapun bukan dari dua
golongan yang dianggap tinggi itu, biasanya berasal dari putra putri pedagang. Selain itu, siswanyapun
terpilih. Selama di kweekschool, mereka dibiasakan hidup sangat disiplin dalam belajar dan hidup sehari-hari. Setelah lulus Kweekschool, mereka akan diterima bekerja sebagai guru dengan gaji yang
tergolong tinggi pada zaman itu.
Profesi Pengganjal Perut
Sempat
juga guru menjadi sebuah profesi yang yah bisa kita katakan untuk mengganjal
perut sajalah. Framing ini terjadi kurang lebih saat guru ditemani dengan lagu
legendari dari Om Iwan Fals yang berjuul “Oemar Bakri”. Bagaimana tidak, dengan
beban yang harus menjadi tanggungjawabnya tidak mendapat hak yang sebanding
dengan itu. Mudahnya, ditugasin luar biasa berat tapi tidak diperhatikan.
Guru Teramat Dihormati
Di
masa lalu, guru sebagai pekerjaan maupun guru sebagai predikat, teramat sangat
dihormati. Apalagi saat gelarnya adalah tuan guru atau sekarang guru besar jika
di pendidikan formal, tidak hanya dihormati dan dicium tangan, pastinya lebih
dari itu. Walaupun guru menyampaikan pelajaran dengan cara keras, rasa hormat
dan percaya bahwa guru mengantarkan dirinya (murid) ke arah yang baik
mengalahkan pemikiran negatif lainnya. Dan di waktu ini, belum kenal namanya
somasi ke guru oleh murid.
Menjadi Korban Pilih Kasih Dan Dislogika
HAM
Semenjak
datangnya HAM yang di bawa oleh Munir Said Thalib. Tidaklah berbahaya hak
asasi manusia (HAM) yang diperjuangkan oleh beliau, yang berbahaya adalah
ketika yang mengaku paham HAM tidak bisa membedakan hak asasi dan hak hukum
sosial. Ketika melakukan kesalahan HAM selalu dijadikan prisai terdepan untuk
melindungi diri dari salah yang telah dilakukan.
Alhasil, di era ini..
(jreng…jreng..jreng). rasa hormat dan penghargaan terhadap gurupun mendapat impact
nya. Kenapa bisa? Yah jelas bisa dong! Karena distafsir HAM ini teramat
sangat berbahaya apalagi sekarang hal ini sudah berakulturasi bersama
diferensiasi moral yang terjadi di kalangan muda saat ini.
Misalnya pada kasus
seorang guru di Mojokerto, yang menghukum ringan muridnya dengan menjewer
godeknya karena si murid menghilangkan sepatu rekan kelasnya. Karena tidak
terima dihukum, siswa itu memfitnah guru tersebut membuat kakinya bengkak
padahal bengkak di kakinya adalah karena menendang tiang saat bermain
sepakbola. Sungguh sadis bukan ??? (Sumber berita: kompas.com)
Lebih luas lagi, ini
menjadi jembatan mulus untuk siswa dengan diferensiasi moral tadi untuk
menjadikan guru sebagai kambing hitam jika mereka diperlakukan tidak
mengenakkan menurut mereka, walaupun tujuan guru itu benar dan mereka memang
salah. Gak percaya?? Lebih jelas ke shorturl.at/bhzDH
Dampaknya juga guru
akhirnya takut untuk menegur siswa yang salah. Ini biasannya terjadi pada guru
senior yang sudah lama mengabdi menjadi guru. Smentara untuk guru yang
tergolong baru, biasanya lebih cenderung malas untuk perduli lagi dengan siswa,
jadi mengajarnya hanya menggugurkan kewajiban. Akhirnya semakin jauhlah
pemenuhan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kekacauan ini semakin
diperkaya dengan kecerdasan orang tua dalam menerima informasi dari anaknya,
atau cenderung ke aduannya yang dimaksud. Terkadang mereka langsung meresopons
dengan emosional tanpa menyelidiki yang sebenarnya terjadi dan langsung
mengiyakan dan menyimpulkan dengan negatif.
Seingat saya saat dulu
sekolah, kalau dimarahi olehg guru dan mengadu ke orang tua, ya malah dapet
jackpot tambahan ceramah berjam-jam. Lebih ekstrim lagi malah diketok. _hehehe_
(berdasarkan informasi dari orang-orang yang saya tanyakan hal ini, jawabannya
sama). Karena orang tua dahulu yakin dan percaya bahwa guru adalah orang cerdas
dan baik, bukan orang gila dan bodoh yang akan menjerumuskan anaknya ke api
neraka.
Akhirnya saya mengajak
untuk kita semuanya saling menyadarkan diri untuk menjalankan peran
masing-masing dengan sangat bijaksana. Orang tua lebih cerdas dalam menanggapi
aduan anak, anak belajar lebih jujur dan disiplin dalam menuntut ilmu, derta
guru akan lebih merespons modernisasi yang menjadikan mengajar lebih sesuai
dengan yang dibutuhkan siswa zaman now.
_Experience Is The Best
Teacher_